Wasiat Terakhir Abu Daud Teupin Gajah: “Jangan Biarkan Pesantren Sepi...”
Oleh: Tgk. Ilham Mirsal, MAA (yah Ilham)
Malam itu, di tengah sunyi ruang perawatan ICU sebuah rumah sakit di Kuala Lumpur, seorang ulama sepuh dari Aceh Selatan terbangun dari tidurnya. Tubuhnya lemah, napasnya berat, namun kesadarannya tetap penuh. Namanya Tgk. H. Muhammad Daud Al Yusufy, atau yang lebih dikenal masyarakat dengan panggilan Abu Daud di Teupin Gajah.
Tanggal 12 Januari 2018, malam Jum’at yang menjadi malam terakhir beliau dalam kehidupan dunia.
Dengan suara lirih, Abu memanggil anak bungsunya, Tgk. Ismail.
“Is... kemana arah kiblat?”
Tgk. Is, yang setia menemani di rumah sakit sejak hari-hari terakhir Abu dirawat, sempat terdiam. Ia berusaha menghibur ayahnya, mencoba menepis rasa haru yang mulai memenuhi dadanya.
“Bek le that peu Abu pikhe doh... Abu istirahat... semoga lekas sembuh, kita bisa pulang ke Gampong,” ujarnya pelan.
Tapi Abu menatapnya dengan lembut, lalu berkata penuh makna:
“Laen peu ciet tapikhe hai Aneuk meutuah... Hidup ini memang harus kita persiapkan untuk mati... Yang muda, yang tua... laki-laki, perempuan... Semua harus ingat mati...”
Seolah Abu sudah tahu, malam itu adalah malam perpisahan dengan dunia fana.
Kemudian, sebelum kembali terpejam dalam kelelahan fisik, Abu sempat berpesan:
“Kalau Abu meninggal nanti... kalian rukunlah dengan abang-abang dan kakakmu... Abu tak punya harta... Yang Abu punya hanya kalian anak-anak Abu... Baik-baiklah dengan santri... Jangan biarkan pesantren sepi... Ingatkan majelis ta’lim... Jangan berhenti hanya karena Abu pergi...”
Tak ada air mata di wajah Abu. Hanya keteguhan, keikhlasan, dan cinta besar untuk keluarga dan umat.
Esok siangnya, Sabtu, 13 Januari 2018, sekitar pukul 02.03 waktu Malaysia, Abu Daud berpulang ke rahmatullah. Kabar duka itu cepat menyebar, dari Kuala Lumpur hingga ke pelosok desa-desa Aceh Selatan. Tangisan pecah di banyak tempat. Santri, masyarakat, dan keluarga besar merasa kehilangan sosok ulama yang menjadi rujukan dalam ilmu, akhlak, dan spiritualitas.
Pelajaran Abadi dari Abu Daud
Wasiat-wasiat Abu Daud bukan sekadar nasihat menjelang wafat, tapi menjadi kompas hidup bagi banyak orang hingga hari ini. Setidaknya ada tiga pesan penting yang bisa kita renungkan:
Ingat Mati, Persiapkan Diri.
Dalam kondisi kritis, yang Abu minta bukan obat, bukan kenyamanan, tapi arah kiblat. Sebuah pelajaran tentang betapa pentingnya husnul khatimah.
Jaga Ukhuwah Keluarga.
Abu mewasiatkan agar anak-anaknya tetap rukun. Bukan soal warisan materi, tapi warisan cinta dan persaudaraan.
Teruskan Dakwah dan Majelis Ilmu.
Abu tidak ingin pesantren yang beliau bangun menjadi sepi setelah kepergiannya. Ini pesan bagi semua santri, alumni, dan masyarakat Aceh Selatan: Majelis taklim, zikir, dan pengajian... harus tetap hidup!
Hari ini, meski Abu Daud sudah tiada, pesan dan wasiat beliau tetap bergema di langit-langit dayah, di sudut-sudut masjid, dan di hati santri-santri beliau.
Ya Allah... tempatkan Abu kami di maqam terbaik-Mu. Jadikan setiap huruf ilmu yang beliau ajarkan sebagai cahaya di alam kubur beliau. Amin...
Penulis Wakil Ketua Ikatan Alumni Dayah Madinatuddiniyah Babussa'adah, Teupin Gajah, Pasie Raja, Aceh Selatan.
No comments:
Post a Comment