KHUTBAH JUMAAT SAFAR
MENGAMBIL IKHTIBAR DARI KISAH HIDUP ABU DZAR
(Meneladani Kisah Hidup Abu Dzar Al-Ghifari ra, Seorang Sahabat Teras
Rasulullah saw).
Oleh:
Tgk. Ilham Mirsal, S.Pd.I, MA
اَلْحَمْدُ
لِلّٰهِ, اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ،
الَّذِي اَنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْمَةِ اْلإِسْلَامِ، اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلٰهَ
اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ, شَهَادَةً
تُنْجِى قَائِلَهَا مِنَ النِّــيْرَانِ، وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدِنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْبَشِيْرُ النَّذِيْرُ، الْـمَبْعُوْثُ رَحْمَةً
لِلْعَالَـمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ، وَعَلٰى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ؛
فَيَا
أَيُّهَا الْـمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ ما استطعتم وسارعوا إلى مغفرة رب
العالمين، وَقَالَ اللهُ تَعَالٰى : يٰاأَيُهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ
وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ
ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
Hadirin Jamaah Jumaat yang Di Muliakan Allah...!
Alhamdulillah, dengan nikmat
umur panjang yang Allah titipkan pada kita semua, hari ini sampai jua kita pada
bulan kedua dalam bulan Hijriah 1443 (Safar), kita sudah menikmati berbagai
karunia Allah dalam rentang kehidupan kita masing bermasing, Nikmat sehat, nikmat
harta, nikmat pangkat dan jabatan, nikmat keluarga dan bahagia, nikmat hidup
serta nikmat Iman dan Islam, yang patut kita syukuri dengan terus mengikatkan
ketaqwaan kepda Allah SWT.
Untuk itu,
khatib menyeru pada kita semua jamaah yang berbahagia, mari kita bertaqwa
kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, karena taqwa merupakan jalan
satu-satunya menuju ridha Allah SWT, Taqwa jalan mudah menuju Jannah Nya, taqwa
dalam pengertian mengerjakan segala perintah-Nya, dan terus berupaya
meninggalkan segala bentuk larangan-Nya.
Jamaah Yang Mulia...!
Dalam
mengarungi kehidupan yang singkat ini, Pola kehidupan yang kita jalani silih
berganti, terkadang sakit, adakalanya senang, semua itu hanya perjalanan hidup
semata, yang muaranya apapun kondisi kehidupan kita hari ini, semua kelak akan
kita pertanggung jawabkan di hadapan-Nya.
Untuk itu pada
kesempatan yang sangat mulia ini, izinkan khatib menyampaikan kembali sejarah
hidup seorang sahabat Rasulullah yang sangat dikenal dengan kezuhudan dan
kecintaannya pada Rasullullah, yakni Abu Dzar
Al-Ghifari ra. Dengan harapan menjadi tauladan bagi kita semua dalam
menggapai ridha Allah SWT.
Jamaah Jumaat Rahimakumullah...!
Abu Dzar
merupakan panggilan akrab seorang sahabat Nabi yang bernama Lengkap Jundub Bin
Junadah, belia merupakan sahabat teras Rasulullah, termasuk golongan sahabat
pertama beriman pada Rasulullah swa, beliau memeluk Islam di Mekah kemudian
setelah beriman beliau kembali ke kampungnya Giffari untuk berdakwah. Abu Dzar
wafat di Rabadzah sebuah Kampung dipinggir kota Madinah pada tahun 32
Hijriah pada masa Khalifah Utsman bin Affan.
Sebelum memeluk
Islam, Abu Dzar merupakan seorang perampok padang pasir yang sangat ditakuti,
hingga kelompoknya dijuluki dengan binatang buas malam atau hantu kegelapan,
karena Abu Dzar dan kelompoknya sering melakukan aksinya ditengah malam
kegelapan, hampir tidak ada kafilah yang selamat atas teror kelompok ini pada
masa jahiliah.
Akirnya Abu
Dzar Al-Giffari mendapat hidayah Allah beriman dan memeluk Islam, dan melalui
beliau jualah seluruh suku Giffari memeluk Islam karena dakwahnya, bukan hanya
sukunya, tapi suku Aslam yang dekat dan bertetangga dengan Giffari juga
seluruhnya memeluk Islam, begitu besarnya Dakwah Abu Dzar setelah beliau
bertaubat dan mendapat hidayah Allah SWT.
Ada dua prinsip
yang dapat kita teladani pada diri Abu Dzar;
Pertama: Jika sesuatu kebaikan dan keselamatan serta
keuntungan yang baik diperoleh, maka jangan hanya cukup pada diri sendiri saja,
tapi harus diberikan, di ajak dan dikabari pada saudara yang lainnya. Karena itu
setelah beliau mengecap manisnya Iman dan Islam, beliau terus menyampaikan
berita keselamatan dan kedamaian ini pada kaumnya, hingga bukan beliau saja
yang beriman, tapi orang lain juga beriman kepada Allah.
Kedua: Abu Dzar konsisten dan Istiqamah, setelah
beliau memeluk Islam, apa yang diajarkan oleh Baginda Nabi beliau kerjakan, apa
yang menjadi larangan beliau tinggalkan, tidak sebatas pada dirinya sendiri,
iya terus menegakkan perintah Rasulullah di tengah umat, kemanapun Abu Dzar
pergi, sebilah pedang selalu tersemat di pinggangnya, siapa saja yang melanggar
perintah Islam, tak segan-segan beliau keluarkan pedang dari sarungnya.
Melihat konsistensi
Abu Dzar dalam menyampaikan dakwah, suatu ketika Rasulullah menegur Abu Dzar,
Rasulullah Bersabda “Maukah engkau kuberi tahu apa yang lebih baik dari
pedang mu”, Abu Dzar menjawab, iya, mau ya Rasulullah..... Rasul bersabda “Bersabarlah
Hingga engkau bertemu dengan ku di negeri akhirat”, sejak mendapatkan
nasehat Rasulullah, Abu Dzar menyimpan pedangnya, dan Melanjutkan dakwah dengan
Lisannya, serta terus mengamalkan apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah,
beribadah, zikir, tawajjuh dan lainnya hingga beliau disebut Oleh Rasulullah
sebagai sahabat yang paling jujur, dan pada kali yang lain Rasul menyebutnya
Sahabat yang paling Zuhud.
Ma'asyaral Muslimin Rahimakumullah...!
Karena lantangnya
Abu Dzar menyampaikan dakwah, menegur siap saja jika yang dikerjakan tidak
sesuai dengan ajaran Islam, bahkan beliau mengkritik Khalifah serta
pejabat-pejabat kala itu yang tidak sesuai dengan tuntunan Agama, iya berteriak
dengan keras menyampaikan kebenaran, membuat pemerintah kala itu risih dan
keberatan, hingga suatu ketika Khalifah Ustman bin Affan turun tangan membujuk
Abu Dzar dengan memberikan fasilitas tempat tinggal dan lainnya, tapi semua itu
beliau tolak dan memilih berjalan sendiri, meninggalkan haru hara dunia, beliau
lebih memilih beribadah dalam kesendirian ketimbang harus ikut dalam kemewahan
yang tidak sesuai dengan tuntunan.
Kisah Abu Dzar,
cenderung relevan pada masa sekarang, beliau menjadi panutan pada kita semua dalam
mengarungi kehidupan yang singkat ini, ada dua pilihan, berani menyampaikan
kebenaran di tengah umat, atau memilih berjalan sendiri mengamalkan kebenaran
yang sesuai dengan ajaran Islam.
Jamaah Jumaat, hadirin para orang tua kami yang di muliakan oleh Allah...!
Jika kita memilih
kesendirian, maka ada 7 wasiat Rasullullah yang diwasiatkan pada Abu Dzar
ketika beliau masih hidup, wasiat ini ditulis dalam Kitab Buqhyatul Bahits
An- Zawaid, dalam Musnad Harits karya Abu Usmah Wafat pada tahun 282
Hijriyah, berikut sabda Rasullulah pada Abu Dzar:
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ: أَوْصَانِيْ خَلِيْلِي صَلَّى ال لَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ :
بِحُبِّ الْمَسَاكِيْنِ وَأَنْ أَدْنُوَ مِنْهُمْ، وَأَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ
هُوَ أَسْفَلُ مِنِّي وَلاَ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوقِيْ، وَأَنْ أَصِلَ
رَحِمِيْ وَإِنْ جَفَانِيْ، وَأَنْ أُكْثِرَ مِنْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ
بِاللهِ، وَأَنْ أَتَكَلَّمَ بِمُرِّ الْحَقِّ، وَلاَ تَأْخُذْنِيْ فِي اللهِ
لَوْمَةُ لاَئِمٍ، وَأَنْ لاَ أَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا.
Artinya: Abu
Dzar r.a berkata; “Kekasihku Muhammad saw mewasiatkan padaku tujuh perkara; (1).
Cintailah orang miskin dan dekatlah dengan mereka, (2). Rasulullah mengajarkan
ku untuk melihat kondisi orang di bawahku tidak melihat kondisi orang di atas ku, (3). Rasulullah
memerintahkan ku untuk menyambung silaturrahmi, meskipun mereka berbuat kasar
padaku, (4). Rasul menganjurkan pada ku untuk sering mengamalkan Laa Haula wala
quwwata Illa Billah, (5). Rasul memerintahkan padaku untuk menyampaikan
kebenaran meskipun pahit, (6). Rasul memerintahkan padaku agar tidak gentar
saat dicela dalam menyampaikan dakwah, (7). Rasulullah melarang ku
meminta-minta kepada manusia selain kepada Allah”. (Hadits ini diriwayatkan
oleh banyak perawi, diantaranya Imam Ahmad, Thabrani, Ibnu Hibban, Baihaqi, dll).
7 wasiat
Rasulullah tersebut, terus diamalkan oleh Abu Dzar, tentu wasiat tersebut bukan
hanya kepada Abu Dzar semata, tapi pada kita seluruh umat Nabi Muhammad, agar
melaksanakan 7 wasiat baginda Nabi tersebut, dalam kondisi apapun, bagaimana
pun, kita hendaknya terus melaksanakan segala ajaran baginda Muhammad, agar
selamat dunia akhirat.
Banyak
kelebihan dan keselamatan tersirat atas wasiat Rasulullah tersebut, pertama
kita diajarkan sayang pada orang miskin, dan dekat dengan mereka, jika ini kita
lakukan maka Islam akan kuat, bukankah miskin lebih dekat dengan kekufuran,
untuk itu agar Islam ini kokoh ditengah pemurtadan yang sedang marak dewasa
ini, hendaknya kita dekat dengan orang miskin, membantu mereka, kerena membatu
satu kesulitan sesama muslim, Allah akan gantikan dengan kebaikkan lainnya;
Sabda
Rasulullah saw:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً
مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ
الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي
الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ…
Artinya: “Siapa
yang menghilangkan satu kesusahan (perkara dunia) sesama saudara seiman, Allah
akan membantunya (Allah hilangkan) kesusahannya di hari akhirat, dan barang
siapa yang memudahkan saudara seiman dari kesulitan terlilit hutang, maka Allah akan
mudahkan kepadanya perkara dunia dan akhirat”. (HR. Muslim).
Jamaah Jumaat yang Budiman....!
Yang Kedua: wasiat
Rasulullah pada kita semua, agar melihat kondisi orang dibawah kita, agar hidup
damai, tampa ada iri dan dengki, renungkan betapa banyaknya nikmat dan rahmat
Allah tercurahkan pada diri kita dibandingkan orang-oran dibawah kita, sudahkah
kita syukuri atas nikmat tersebut?
Karenanya orang-orang
yang selalu melihat orang diatasnya, maka ia tidak pernah bersyukur, merasa
selalu kurang dibandingkan oleh orang lain, maka orang yang selalu melihat
keatas akan tersu cukup tidak cukup, tidak merasa puas tidak pernah kan
bersyukur.
Rasulullah bersabda
agar kita melihat kebawah bukan keatas, Sabdanya:
اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ
مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ
لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ.
Artinya: “Lihatlah
kepda orang dibawah mu, janganlah melihat orang di atas mu, kerena yang demikian
lebih patut untuk mu, agar kamu tidak memandang remeh atas nikmat-nikmat Allah
yang telah dicurahkan kepada kamu sekalian”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Wasiat Ketiga: Sambung lah silaturrahmi, silaturrahmi menjadi kekuatan besar
Islam, dengan kuat Ukhuwah Islamiyyah, maka musuh Islam akan gentar, rasul
mengajarkan pada kita “Muslim itu bagai tubuh yang satu”, artinya bahagian
tubuh lain sakit maka akan terasa sakit semua, ini baru dapat kita rasakan jika
dipupuk dengan silaturrahmi yang baik, selain itu silutarrami jiga banyak
hikmah dan fadhilah, seperti dipanjangkan umur oleh Allah, dilapangkan rezki dan
lainya.
Silaturrahmi menjadi asesmen seseorang beriman atau atau tidak, Berkenaan dengan
ini Rasulullah saw Bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَصِلْ
رَحِمَهُ.
“Siapa yang beriman dengan hari akir (kiamat), maka
hendaklah menyambung silaturrahmi”. (HR. Bukhari).
Wasiat Keempat: Memperbanyak amalan bacaan Laa Haula wala quwwata Illa
Billah, tiada daya dan upaya melainkan milik Allah, lafadz ini secara
psikologis terus menumbuhkan rasa kebesaran dan kekuatan hanya milik Allah,
untuk itu bagi yang mengamalkan akan tersu dicintai oleh Allah SWT, tidak tanggung-tanggung, bagi yang mengamalkannya
Allah berikan garansi surga sebagai balasannya.
Sabda Rasulullah saw, kepada Abdullah bin Quais yang artinya: “Wahai
Abdullah bi Quais, lafatzkan lah Laa Haula wala quwwata Illa Billah, karena
imbalannya sebagai simpanan pahala di surga”. (HR. Bukhari).
Wasiat Kelima: Rasulullah memerintahkan agar kita menyampaikan yang hak
adalah hak, yang batil adalah batil, sampaikan kebenaran walau pahit. Agama sudah
mengetahui sejak awal, bahwa menyampaikan kebenaran merupakan pekerjaan berat,
namun walau pahit sampaikanlah, Rasulullah saw Bersabda:
قُلِ اَلْحَقَّ، وَلَوْ
كَانَ مُرًّا
Artinya: “Sampaikanlah kebenaran walau
pahit”. (HR. Ibnu Hibban).
Wasiat Keenam: Rasulullah mewasiatkan pada kita semua, agar tidak gentar
menghadapi tantangan dan hinaan dalam berdakwah, Rasulullah sendiri kerap di hina
oleh kafir Qurais saat berdakwah, dilempari, dibaikot dan lainnya, tapi
Rasulullah terus berdakwah tanpa gentar, hingga Agam Islam berdiri kokoh sampai
hari ini, untuk itu mari kita ambil bahagian untuk ikut berdakwah, melanjutkan
perjuangan Rasullullah mewariskan agama ini kepada Anak cucu kita, mari kita
jaga Islam ini terus berkembang.
Ketujuh: Rasulullah berwasiat agar kita tidak meminta-mita kepada manusia,
berharap dan mencari perhatian pada manusia, apa lagi menjilat demi mendapatkan
sesuatu jabatan dan lainnya pada manusia, tetapi berharap lah dan terus meminta
pada Allah, kerena Allah lah yang memberi segalanya kepada hambanya, Allah pemilik
kekuasaan dan pertolongan.
Demikian yang dapat Khatib sampaikan, dari kisah Abu Dzar, semoga kita dapat
mengambil Ikhtibar dari perjalan seorang sahabat yang sangat mulia dan zuhud ini,
beliau tinggalkan kegelapan dan kemilaunya dunia, beliau berharap ridha Allah
dan Rasul-Nya, hingga Abu Dzar hijrah dan wafat diperingan belian seorang,
Abu Dzar wafat hanya ditemani oleh istrinya tampa ada selapis kain kafan pun,
apalagi harta benda lainnya.
Hingga Allah mendatangkan seorang sahabat Rasul bernama Ibnu Mas’ud ketika
sakaratul maut Abu Dzar di padang Pasir, ketika itu Ibnu Mas’ud sedang musafir
dan melihat sosok Mayat yang didampingi oleh seorang istrinya, lalu didekatinya
dan begitu haru serta kaget, ketika beliau melihat ternyata seorang Sabat Rasul
yang sanga zuhud dan mulia, yakni Abu Dzar menghembus nafas terakhirnya dalam
kedaan kesendiriannya.
Ibnu Mas’ud berkata, Benarlah apa yang disampaikan oleh Rasulullah etika
beliau masih hidup, Rasulullah berkata “Anda (Abu Dzar) akan berjalan
sendirian, Mati dalam kedaan sendirian, dan kelak dibangkitkan oleh Allah dalam
keadaan sendirian”.
Jamaah Jumaat
yang mulia, marilah jadi Abu Dzar akir zaman, yang menyampaikan dan mengamalkan
kebenaran walau hanya sendiri, kerena jika istiqamah dengan kebenaran, kelak
Allah akan bangkitkan kita sendirian untuk menghadapinya secara Istimewa......
بَارَكَ اللهُ
لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ
مِنَ اْلآيٰاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُ
اللهَ الْعَظِيْمِ, إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيم