SEJARAH BERDIRI DAYAH MADINATUDDINIYAH BABUSSA’ADAH TEUPIN GAJAH KECAMATAN PASIE RAJA KABUPATEN ACEH SELATAN PROVINSI ACEH.
Oleh:
Tgk. Ilham Mirsal, S.Pd.I, MA.
1. Letak Pesantren Madinatuddiniyah Babussa’dah
Pesantren Madinatuddiniyah Babussa’dah merupakan suatu lembaga pendidikan Islam yang terletak di desa Teupin Gajah, Kemungkiman Rasian Kecamatan Pasie Raja Kabupaten Aceh Selatan, tepatnya di Jalan Tapak-Tuan Km 16.[1]
Secara geografis desa Teupin Gajah berada di Kecamatan Pasie Raja berbatasan dengan:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Gampong Sinebok
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Gampong Baro
- Sebelah Timur bebatasan dengan Gampong Krung Kale
- Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Lepas[2]
Jarak pesantren Madinatuddiniyah Babussa’adah dengan Ibu Kota Kecamatan Pasie Raja jalan Tapak Tuan - Medan sekitar 3 km. pesantren Madinatuddiniyah Babussa’adah hingga saat ini berdiri di atas tanah seluas ± 5 ha dengan status tanah milik pimpinan.[3]
2. Sejarah berdirinya Pesantren Madinatuddiniyah Babussa’adah Desa Teupin Gajah Kecamatan Pasie Raja Aceh Selatan
Pada awalnya pesantren Madinatuddiniyah Banussa’adah merupakan balai pengajian biasa yang didirikan oleh Tgk. H. Muhammad Daud Al-Yusufy yang disebut dengan Abu Daud. Atas permintaan masyarakat desa Teupin Gajah khususnya dan umumnya masyarakat kemungkiman Rasian, pada waktu itu didirilah sebuah pesantren tempat pengajian Ilmu agama Islam, tepatnya tahun 1982 yang diberi nama Babussa’adah dan langsung dipimpin oleh Tgk. H. Muhammad Al-Yusufy atau Abu Daud alumni pesantren Babussalam Blang Bladeh dengan diikut sertakan 30 santri sebagai santri modal untuk sebuah pesantren karena pada saat itu masyarakat telah menyiapkan bilik sebanyak 10 kamar untuk tempat menginap para santri.[4] Inilah cikal bakal lahirnya pesantren Madinatuddiniyah Babussa’adah saat itu, sehingga kini terus berkembang menjadi sebuah pesantren besar yang sudah banyak melahirkan alumni-alumni yang berguna bagi masyarakat.
Adapun tujuan didirikan pesantren Madinatuddiniyah Babussa’adah ialah untuk menghidupkan kembali ajaran agama Islam di tengah-tengah masyarakat demi terhindarnya kepercayaan mereka dari ajaran Hindu dan sebagainya.[5] Di samping itu ingin memajukan kembali ajaran Islam yang pada waktu itu sudah kabur dalam pengamalannya seperti kurangnya minat masyarakat melaksanakan ibadah dan banyak anak-anak yang belum bisa membaca Al-Qu’ran, namun dengan berdirinya Pesantren Madinatuddiniyah Babussa’adah sedikit banyak hal-hal seperti di atas terkurangi.
Kehadiran Pesantren Madinatuddiniyah Babussa’adah di tengah-tengah masyarakat juga merupakan satu alternatif bagi masyarakat sekitar khususnya masyarakat Desa Teupin Gajah untuk mendalami ilmu agama, terutama bagi generasi muda yang kelak akan menjadi bagian dari masyarakat Islam yang dipersiapkan untuk menjawab tantangan era globalisasi pada masa mendatang. Untuk memenuhi hal tersebut, maka pesantren adalah salah satu wadah pelestarian agama Islam yang dinamis.
3. Keadaan Pesantren Babussa’adah
Sebuah pesantren tak terlepas dari elemen-elemen yang membentukkannya sebagai sebuah lembaga pendidikan. Sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam Pesantren Madinatuddiniyah Babussa’adah terdiri dari Elemen-elemen yang terdiri dari kiai (guru), santri, pondok, masjid, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik yang disebut kitab kuning.[6]
a. Guru
Guru merupakan unsur terpenting dalam proses belajar mengajar karena guru merupakan subjek di dalam pelaksanaan pendidikan. Guru (tengku) merupakan elemen yang paling utama dalam sebuah pesantren. Pertumbuhan dan perkembangan pesantren di lingkungan masyarakat tidaklah mudah, tanpa kehadiran seorang guru sebagai profil yang mampu menumbuh kembangkan ajaran agama Islam dalam kehidupan masyarakat.
Kemasyhuran seorang guru (tengku) tidak ditentukan oleh banyaknya jumlah lulusan santri dan memperoleh ijazah melainkan banyaknya santri yang menjadi penerus (tengku) atau orang yang berpengaruh di dalam masyarakat nantinya.
Adapun guru dan tenaga pengajar yang terdapat di pesantren Babussa’adah direkrut dari santri-santri senior yang sudah lama mengajar di pesantren dan ada juga yang sudah berkeluarga serta disediakan rumah khusus oleh pesantren sebagai tempat tinggal bersama keluarganya. Guru di pesantren Babussa’adah dikelompokkan menjadi dua yaitu guru tetap dan guru pengganti. Guru tetap yaitu yang mendapat tugas rutin mengajar di kelas-kelas yang telah ditentukan sedangkan guru pengganti adalah guru sementara yang menggantikan guru tetap apabila guru tetap mendapatkan urusan mendadak atau berhalangan mengajar. Semua guru di pesantren Babussa’adah masih berstatus sebagai murid dan belajar pada pimpinan pesantren (Abu) kecuali yang sudah berkeluarga.[7] Adapun guru yang menjadi tenaga pengajar di pesantren Madinatuddiniyah Babusa’adah dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1: Dewan guru pesantren Madinatuddiniyah Babussa’adah.
No |
NAMA GURU |
MENGAJAR KELAS |
KETERANGAN |
1 |
Tgk .H. M. Daud Al-Yusufy (Abu) |
Dewan Guru |
Pimpinan |
2 |
Tgk. Syafruddin Al-Yusufy |
Dewan Guru |
Guru tetap |
3 |
Tgk. Muklis Al-Yusufy |
VII |
Guru tetap |
4 |
Tgk. Mustafa Al-Aly |
VI |
Guru tetap |
5 |
Tgk. Safrijal |
V |
Guru tetap |
6 |
Tgk. Don Syah Amin |
IV |
Guru tetap |
7 |
Tgk. Suhaily |
III |
Guru tetap |
8 |
Tgk. Ismail S.HI |
II |
Guru tetap |
9 |
Tgk. Kairul Anwar |
I |
Guru tetap |
10 |
Tgk. Saifullah |
Tazhiziah/A |
Guru tetap |
11 |
Tgk. Muhammad Aly |
Tazhiziah/B |
Guru tetap |
12 |
Tgk. Bustami |
Qur’an |
Guru tetap |
13 |
Tgk. M. Muzab |
Iqraq |
Guru tetap |
14 |
Tgk. Rahimi |
VII |
Pengganti |
14 |
Tgk. Ilham Saidi |
VI |
Pengganti |
16 |
Tgk. Wahidi |
V |
Pengganti |
17 |
Tgk. Khaharuddin |
IV |
Pengganti |
18 |
Tgk. Irzaban |
III |
Pengganti |
19 |
Tgk. Armin |
II |
Pengganti |
20 |
Tgk. Yarmidin |
I |
Pengganti |
21 |
Tgk. Syarbaini |
Tazhiziah/A |
Pengganti |
22 |
Tgk. Syahrial |
Tazhiziah/B |
Pengganti |
23 |
Tgk. Marzuki |
Qur’an |
Pengganti |
24 |
Tgk. Syukri |
Iqraq |
Pengganti |
25 |
Tgk. Samsuar |
1qraq |
Pengganti |
|
Jumlah |
13 |
25 |
b. Santri
Santri adalah murid yang belajar di pesantren. Seorang ulama bisa disebut dengan kiai kalau memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk mempelajari ilmu-ilmu agama Islam melalui kitab-kitab kuning oleh karena itu eksitensinya kiai biasanya berkaitan dengan adanya santri di pesantrennya.
Santri dalam pendidikan adalah manusia yang menuntut ilmu di pesantren ini didasarkan pada tujuan pendidikan itu sendiri , yaitu menciptakan manusia seutuhnya, yang untuk mencapai tujuan tersebut harus terus menerus menuntut ilmu hingga akir hayat.
Di dalam tradisi pesantren terdapat 2 (dua) kelompok santri yaitu:
1. Santri mukim yaitu santri-santri yang berasal dari daerah-daerah jauh dan menetap di pesantren.
2. Santri kalong yaitu santri yang berasal dari desa-desa sekitar pesantren. Mereka bolak balek dari rumahnya sendiri. Para santri kalong berangkat ke pesantren ketika ada tugas belajar dan ada aktivitas pesantren lain.
Begitu halnya dengan santri yang ada di pesantren Madinatuddiniyah Babussa’adah desa Teupin Gajah. Dalam hal ini dihuni oleh santri mukim dan sebahagiannya santri kalong. Santri yang mukim berjumlah 335 orang. Terdiri dari santriwan (putra) sebanyak 250 0rang dan santriwati (putri) sebanyak 85 orang. Sedangkan santri kalong berjumlah 150 orang yang terdiri dari kelas iqra’ putra putri sebanyak 90 orang dan kelas Al-Qur’an putra putri sebanyak 60 orang. Jadi jumlah keseluruhan santri yang ada di pesantren Madinatuddiyah Babussa’adah baik santri mukim maupun santri kalong sebanyak 485 orang.
c. Sistem Pengajaran dan Kurikulum
Sebelum penulis membicarakan sistem pengajaran terlebih dahulu penulis menerangkan bahwa di pesantren Babussa’dah terdapat tiga jenjang pendidikan yaitu: jenjang Ibtidaiyah, jenjang Tsanawiyah dan jenjang Aliyah. Waktu belajar di pesantren Madinatuddiniyah Babussa’adah dibagi kepada 4 tahap/waktu yaitu:
1. Subuh, dimulai jam 06.00 sampai 08.00 wib.
2. Dhuha, dimulai jam 09.00 sampai 11.30 wib.
3. Dhuhur, dimulai jam 14.00 sampai 16.00 wib.
4. Malam, dimulai setelah shalat Isya sampai jam 23.30 wib.
Khusus kelas Iqra’ waktu belajar setelah shalat Ashar yang mana tempat belajarnya dipusatkan di mesjid. Sedangkan untuk santri Tsanawiyah dan tingkat Aliyah tempat belajarnya di balai-balai yang telah ditetapkan sebagai ruang belajar yang terdiri dari 11 kelas di dayah putra, 6 kelas di dayah putri dan 6 kelas di taman pendidikan Al-Qur’an (TPA) “Babussa’adah”. Selain itu ada juga kegiatan pengajian untuk masyarakat desa Teupin Gajah yang diajarkan langsung oleh pimpinan dayah.[8]
d. Stuktur Lembaga Pendidikan Pesantren Madinatuddiniyah Babussa’adah
Struktur pesantren Madinatuddiniyah Babussa’adah sebenarnya hampir sama dengan sturktur pesantren lainnya yang ada di Aceh. Untuk lebih jelasnya tentang struktur kepengurusan pesantrn Babussa’adah dapat dilihat pada lampirang struktur berikut ini.
[1] Sumber data: Dokumentasi Pesantren Madinatuddiniyah Babussa’adah 2007
[2] Sumber data: Dokumentasi Kantor Kepala Desa Teupin Gauah 2008
[3] Sumber data: Dokumentasi Pesantren Madinatuddiniyah Babussa’adah 2007
[4] Hasil Wawancara dengan Tgk. Abd. Aziz Langkuta, Tokoh masyarakat Desa Teupin Gajah, tanggal 16 Mai 2009
[5] Hasil wawancara dengan Tgk. H. Muhammad Daud Al-yusufy, Pimpinan Pesantren Madinatuddiniyah Babussua’adah Teupin Gajah, tanggal 15 Mai 2009.
[6] Observasi Lapangan Tanggal 11 Mai 2009
[7] Hasil wawancara dengan Tgk. Don Syah Amin, Ketua Umum Pesantren Babussa’dah
[8] Dokumentasi Pesantren Madinatuddiniyah Babussa’adah, tahun 2009
No comments:
Post a Comment